Sabtu, 26 November 2011

Tugas Review Historiografi Robby Anugerah 5

Menulis Sejarah Sendiri
Beberapa Problem Historiografi Indonesia

Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas sebuah jurnal berjudul “Problems of Indonesians Historiography” yang ditulis D.G.E. Hall. Jurnal ini berisikan mengenai beberapa masalah yang dihadapi sejarawan Indonesia dalam membangun corak tulisan sejarah mereka. Di mana wacana demi wacana telah lama didiskusikan untuk meletakkan orang Indonesia sendiri sebagai aktor utama dalam sejarah bangsa, bukan sebagai kepanjangan dari sejarah bangsa lain, atau hanya menjadi figuran dalam setiap penulisan sejarah Indonesia.

Sebagaimana telah diketahui bahwa kepustakaan sejarah yang pada saat itu lebih banyak menekankan peranan orang Eropa, dan melihat sejarah Indonesia sebagai sejarah ekspansi Eropa di Indonesia. Hal tersebut terjadi, karena memang data-data yang mereka punyai untuk menggambarkan kita sangat banyak sekali. Sehingga wajar, bila sejarah Indonesia, banyak ditulis berdasarkan perspektif mereka. Lantas pertanyaannya adalah, apakah kita tidak mempunyai data-data yang dapat menggambarkan masa lalu bangsa kita sendiri. Tentu inilah yang menjadi pertanyaan dalam tulisan Hall. Dia melihat bahwa wacana Indonesiacentrisme seharusnya didukung pula dengan persiapan data dan sumber-sumber yang dapat dijadikan media dalam eksplanasi sejarah bangsa. Maka dari itu, Hall merasa apresiasi sekali terhadap pemikir, penulis, dan sejarawan yang mencoba untuk menerobos kekurangan ini sebagaimana yang telah dicoba oleh Hoesein Djajadiningrat yang secara kritis mengkaji tradisi penulisan babad dalam khasanah sastra. Tulisan itu memang sedikit dipengaruhi oleh penulis luar yang lebih dahulu membahas secara kritis menganai babad, yakni H.J. de Graf dan C.C. Berg. Namun karena Hosein Djajadiningrat orang Indonesia pertama yang mencoba membahas babad secara kritis maka apresiasi terhadapnya cukup besar. Selain itu, Soedjatmoko turut juga memanaskan wacana Historiografi Indonesiacentrisme, dia mampu memuat berbagai keterangan mengenai sumber sejarah dan sumbangan berbagai disiplin untuk penulisan sejarah, ini menjadi landasan intelekstual yang penting.

Permasalahan lain yang turut dipersoalkan Hall adalah siapa yang akan meneruskan penelitian ini setelah orang-orang tersebut, apakah ada ruh baru yang akan melanjutkan wacana historiografi Indonesiacentrisme. Sehubungan dengan itu, Koentowijoyo berharap sekali bahwa sejarawan akademisilah yang paling ada peluang untuk “mengompori” persoalan itu.

Sumber:
Hall, D.G.E.
Pacific Affairs. Vol. 38, No. ¾, (Autumn 1965 – Winter, 1965-66), pp 353-359.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!