Jumat, 30 Desember 2011

Tugas Review Historiografi Aisyah Habib 6

 Interaksi Lintas Budaya dan periodisasi
dalam sejarah dunia


Artikel ini membicarakan tentang Interaksi lintas Budaya dan Periodisasi dalam sejarah dunia yang mengkaji tentang dua essay yakni essay yang pertama membicarakan tentang usaha pada periodisasi global mungkin memberi manfaat dengan memeriksa partisipasi orang di dunia dalam proses yang melebihi masyarakat individual dan area budaya. Essay yang kedua mengkaji tentang penjabarkan periodisasi sejarah dunia yang berisi enam era utama yang dibedakan secara prinsip dengan membedakan dinamika interaksi lintas budaya yang menggerakkan efeknya pada garis batas masyarakat dan area budaya. Enam era adalah: masa masyarakat kompleks (3500-2000SM), masa peradaban kuno (2000-500SM), masa peradaban klasik (500 SM-500M), masa post klasik (500-1000M), masa kerajaan nomadik transregional (1000-1500 M), dan masa modern (1500 M sampai kini). Untuk lebih jelas lagi akan diuraikan secara singkat kedua essay tersebut beserta tanggapan isi dari artikelnya.
Periodisasi menduduki posisi atas diantara tugas yang lebih sulit dari pembelajaran sejarah. Seperti yang dikenal baik oleh sejarawan, identifikasi periode sejarah koheren melibatkan lebih dari penemuan sederhana titik balik yang cukup di masa lalu: ini bergantung pada keputusan sebelumnya mengenai issu ini dan proses yang paling penting untuk membentuk masyarakat manusia dan ini membutuhkan penetapan kriteria atau prinsip yang memungkinkan sejarawan memilih massa informasi dan mengenal pola kontinuitas dan perubahan. Bahkan di dalam kerangka suatu masyarakat tunggal, perubahan perspektif dapat membutuhkan koherensi periode yang dikenal secara konvensional seperti essay terkenal dari Joan kelly. “ Did Women Have a Renaissance?” atau konsep Eropa kuno dari Dietrich Gerhard.[1]
Ketika sejarawan menjelaskan masa lalu dari sudut pandang global dan memeriksa proses yang melintasi batas garis masyarakat dan area budaya, masalah periodisasi  menjadi lebih akut. Sejarawan telah lama menyadari bahwa skema periodisasi berdasarkan pada pengalaman barat atau peradaban lain menjalankan tugas buruk menjelaskan lintasan masyarakat lain. Mengutip satu contoh terkenal, kategori sejarah kuno, pertengahan dan modern yang diambil dari pengalaman Eropa, berlaku aneh untuk sejarah China, India, Afrika, dunia Islam, atau belahan Berat, yang terpisah dari fakta yang semakin dikenal bahwa mereka tidak berlaku sama baiknya untuk sejarah Eropa.[2] Karena sejarawan mengambil pendekatan global pada masa lalu dan menganalisa pengalaman manusia dari perspektif yang luas dan komparatif, pertanyaan periodisassi tampil dengan desakan yang meningkat. Sejauh mana mungkin untuk mengidentifikasikan periode yang berguna dan koheren diantara garis batas masyarakat dan area budaya? Kriteria atau prinsip apa yang mungkin membantu sejarawan untuk menentukan pola kontinuitas dan perubahan dan untuk membedakan periode tersebut?[3]
Essay ini menyatakan bahwa usaha pada periodisasi global mungkin memberi manfaat dengan memeriksa partisipasi orang di dunia dalam proses yang melebihi masyarakat individual dan area budaya. Dari waktu yang lampau sampai saat ini, interaksi lintas budaya memiliki percabangan politik, sosial, ekonomi dan budaya yang signifikan untuk semua orang yang terlibat. Maka, tepat untuk mengajukan alasan bahwa proses interaksi lintas budaya mungkin bernilai untuk tujuan mengidentifikasikan periode sejarah dari sudut pandang global. Lebih jauh, dengan interaksi lintas budaya sebagai kriteria, sejarawan mungkin menghindari periodisasi etnosen­tris yang menyusun masa lalu dunia menurut pengalaman orang istimewa tertentu. Para ahli semakin mengakui bahwa sejarah adalah produk dari interaksi yang melibatkan semua orang di dunia.[4]
Dengan memfokuskan proses interaksi lintas budaya, sejarawan mungkin lebih siap mengidentifikasi pola kontinuitas dan perubahan yang merefleksikan banyak orang dari pada memberlakukan semua periodisasi yang didapat dari pengalaman beberapa orang istimewa.
Dua keberatan mengenai periodisasi yang diajukan disini membutuhkan beberapa pertimbangan. Pertama, periodisasi berdasar pada interaksi lintas budaya tidak dapat mencakup semua dunia di sepanjang waktu. Untuk sebagian besar sejarah, belahan timur, belahan barat dan Oseania adalah area yang telah berisi yang orang-orangnya saling berhadapan secara jarang dan sporadis. Di masing-masing area ini interaksi lintas budaya terjadi secara reguler dan membentuk pengalaman dari semua orang yang terlibat. Pemahaman interaksi awal kuat untuk Eurasia dan sebagian besar Afrika, sehingga interaksi lintas budaya berfungsi baik sebagai dasar untuk periodisasi di banyak belahan timur bahkan sebelum masa modern. Dari abad 16, interaksi lintas budaya memberikan dasar untuk periodisasi global sejarah dunia.
Kedua, periodisasi global tidak merepresentasikan satu-satunya kerangka yang berguna atau tepat untuk analisa sejarah. Ini berlaku tanpa mengatakan bahwa perkembangan internal masyarakat individual- seperti pembangunan negara,


struktur sosial dan tradisi budaya telah mempengaruhi pengalaman sejarah dari negeri dan orang yang terlibat. (Tentu saja, perkembangan internal ini umumnya terjadi di dalam konteks yang jauh lebih besar yang membantu menjelaskan pengalaman lokal). Lebih Jauh, orang yang berbeda telah berpartisipasi dalam proses skala besar pada derajat yang berbeda, sehingga periodisasi global sering menggambarkan perkembangan historis dalam perkiraan bukannya bentuk yang dikalibrasi dengan baik. Maka, periodisasi global harus  memungkinkan alternatif yang sensitif terhadap nuansa pengalaman lokal. Konsep late antiquity dari Peter brown memiliki kekuatan besar bagi usaha tersebut untuk memahami perkembangan historis di lembah mediterania dan Asia barat daya, bahkan jika ini tidak berhubungan pada skala hemisfer atau global.[5] Periodisasi lahan individual dan area terentu akan sering lebih halus dan spesifik dibanding periodisasi global, karena mereka memiliki potensi untuk merefleksikan secara akurat pola lokal dari kontinuitas dan perubahan. Maka, ketika berusaha untuk memahami perkembangan historis pada skala besar, sejarawan global harus mengakui bahwa periodisasi mereka tidak selalu berlaku sama baiknya pada semua wilayah dan area yang mereka cakup.
Namun demikian, periodisasi global memiliki tempat dalam ilmu sejarah kontemporer. Sejauh bahwa sejarawan mempertim­bangkannya bernilai untuk memeriksa masa lalu dari sudut pandang global dan komparatif, mereka perlu mengidenti­fikasikan periode sejarah yang menempatkan perkembangan sejarah dalam konteks geografis dan budaya yang besar. Lebih jauh, periodisasi global juga memiliki potensi untuk menetapkan konteks yang lebih besar untuk pemahaman pengalaman lokal dan regional. Untuk tujuan membangun periodisasi global ini, analisa interaksi lintas budaya dan hasilnya memegang janji yang kaya.
Ketika berkaitan dengan abad kelima, usaha pada periodisasi global harus mempertimbangkan interaksi lintas budaya. Sejak 1492, area dunia telah berkontak permanen dan berkelanjutan dengan yang lain dan interaksi lintas budaya telah mempengaruhi pengalaman semua orang di bumi. Banyak ahli telah memeriksa efek interaksi lintas budaya pada masa modern sampai menggali tema-tema seperti perdagangan jarak jauh, pertukaran tanaman, hewan dan penyakit, transfer teknologi, pendirian kerajaan dan kolonial, kampanye misionaris, perdagangan budha transatlan­tik, dan perkembangan kapitalisme global.[6]
Namun demikian, untuk periode awal, mungkin bahwa menemukan suatu periodisasi global pada interaksi lintas budaya meregangkan poin diluar kegunaan. Mengakui bahwa orang di dunia tidak hidup dalam masyarakat yang tertutup secara hermetik terisolasi sampai 1492, tetap suatu pertanyaan sah apakah interaksi lintas budaya cukup intensif dan ekstensif untuk memberikan kerangka untuk periodisasi pada masa modern. Misalnya, suatu keprihatinan yang masuk akal bahwa periodisasi yang ditemukan pada interaksi lintas budaya mungkin sesuai dengan keistimewaan pada sebagian kecil manusia yang melakukan perjalanan panjang atau yang jika tidak demikian menjadi terlibat langsung dalam interaksi lintas budaya pada masa modern.
Bagian essay selanjutnya akan menjabarkan periodisasi sejarah dunia yang berisi enam era utama yang dibedakan secara prinsip dengan membedakan dinamika interaksi lintas budaya yang menggerakkan efeknya pada garis abtas masyarakat dan area budaya. Enam era adalah: masa masyarakat kompleks (3500-2000SM), masa peradaban kuno (2000-500SM), masa peradaban klasik (500 SM-500M), masa post klasik (500-1000M), masa kerajaan nomadik transregional (1000-1500 M), dan masa modern (1500 M sampai kini).
Interaksi Lintas Budaya mulai mempengaruhi masalah manusia dari masa sejarah paling awal. Kelompok manusia memulai perjalanan jarak jauh hampir sesegera Homo sapiens sapiens muncul sebagai suatu spesies sekitar 35000 sampai 40000 tahun yang lalu. Pada sekitar 15000 SM, manusia menyebar ke hampir semua area yang dapat dihuni manusia. Dengan menganalisa karakteristik dan distribusi keluarga bahasa, tipe daerah, dan sisa material, para ahli mampu menelusur jejak perpindahan pra historis dari beberapaorang dengan presisi nyata.[7] Meskipun bukti yang terus ada tidak memungkinkan pemahaman tentang pengalaman orang yang bermigrasi, perjalanan mereka membuatnya dalam perjumpaan lintas budaya bahkan di massa pra historis. Alat, senjata, dan dewa yang menyebar luas menunjukkan komunikasi diantara jarak jauh oleh orang pra historis.[8]
Untuk tujuan periodisasi global, ini berarti menunjukkan bahwa selama masa masyarakat kompleks awal, interaksi lintas budaya memiliki percabangan yang berjalan diluar pengalaman Mesopotamia dan Mesir. Masyarakat kompleks awal menghasilkan negara dan struktur sosial yang bergantung pada interaksi lintas budaya. Selama masa pertama sejarah global, migrasi dan perdagangan mendorong difusi pemeliharaan kuda dan metalurgi perunggu, yang mempengaruhi perkembangan negara dan masyarakat dari China ke Mesir.
Migrasi paling awal orang Indo-Eropa terjadi selama masa masyarakat kompleks awal dan mereka membantu menyebarkan pemeliharaan kuda dan menghubungkan teknologi transportasi di banyak Eurasia. Dari tanah air mereka, mungkin di area padang rumput Ukraina dan Rusia selatan masa modern, beberapa orang Indo-Eropa bepergian ke timur ke Siberia dan Lembah Tarim seawal milenium keempat SM, sementara yang lain bermigrasi kebarat ke Anatolia dan Eropa Timur, segera sesudah tahun 3000 SM. Bukti migrasi timur telah muncul dalam bentuk korpus individu Kaukasia yang tersimpan baik tetapi kering yang ditemukan di provinsi Xinjiang China.[9] Migran Indo-Eropa memperlihatkan mobilitas mereka pada kuda mereka dan kendaraan beroda, dan mereka memperkenalkan teknologi transportasi mereka ke daerah yang mereka masuki. Adalha mungkin bahwa kekerasan menyertai migrasi mereka dan bahwa kuda membantu orang Indo-Eropa menetapkan diri di tanah yang baru. Dalam berbagai kasus, difusi kuda dan teknologi transportasi terkait segera menjadi penting untuk tujuan menetapkan dan mempertahankan negara dan hirarki sosial pada masyarakat kompleks awal.[10]



[1] Joan Kelly-Gadol, “Did Women Have a Renaissance?” aslinya diterbitkan dalam Renace Bridenthal dan Claudia Koonz, ED, Becaming Visible: Women in European History (Boston, 1977), 137-64; ditulis ulang, dalam Women, History and Theory: The Essays of John Kelly (Chicago, 1984), 19-50. Dietrich Gerhard, Old Europe: A study of Continuity, 1000-1800 (New York, 1981)
[2] Pada point terakhir, lihat Gerhard, Old Europe, dan C. Warren Hollister, “The Phases of European History and the Nonexistence of the Middle Ages,“ Pacific Historical Review, 61(1.992); 1-22
[3] Beberapa Ahli telah memberikan refleksi yang berguna mengenai periodisasi dari sudut pandang global. Beberapa menyatakan secara eksplisit atau mengasumsikan secara implisit bahwa masyarakat manusia terlibat dalam bentuk yang sama, sehingga periodisasi bergantung pada identifikasi tahap yang dilalui semua masyarakat. Terpisah dari kumpulan besar ahli evolusiner Marxis, lihat Robert McC. Adam, The Evolution of Urban Society: Early Metopotamia and Prehispanic Mexico (Chicago, 1966). Yang lain telah mengajukan siklus hemisferik dan global sebagai dasar untuk periodisasi: lihat Andre Gunder Frank, “A Theoritical Introduction to 5.000 Years of World System History,” Review, 13 (1990); 155-248; dan essays pada Andre Gunder Frank dan Barry IC Gill, ED. The World System: Five Hundred Years or Five Thousand? (London, 1993). Yang lain membayangkan periodisasi berdasarkan pada interaksi lintas budaya: lihat Ross E. Dunn,”Periodization and Chronological Coverage in a World History Survey,” dalam Josef W. Konvitz, ED., What American Shoul Know: Western Civilization or World History? Proceedings of a Conference at Michingan State University, April 21-33, 1985 (East lansing, Mich., 19850, 129-40; Peter N. Steams, “Periodization in World History Teaching: Identifying the Big Changes,” History Teacher, 20 (1987): 561-80 dan William A. Green, “Periodization in European and World History,” Journal of World History, 3(1992):13-53. Lihat juga William A. Green, “periodizing World History,” History and Theory, 34 (1995):99-111. William H. McNeil, The rise of the West: A History of the Human Community (Chicago, 1963) tidak menjelaskan issue periodisasi secara langsung tetapi memberi kontribusi pada pemahamannya dengan memberikan sejarah terintegrasi dari dunia dari suatu sudut pandang global. Lihat juga refleksi McNeil pada “The Rise of the West after Twenty-Five Years, “Journal of World History, (1990): 1-21. Essay ini menarik inspirasi dari kontribusi yang dikutip diatas, dan ini berusaha untuk melengkapinya dengan mengajukan suatu prinsip untuk mengidentifikasikan periode sejarah koheren dari sudut pandang global.



[4] Beberapa contoh karya terakhir yang dengan baik mengilustrasikan poin tentang dunia modern: Mechal Sobel, The World They Made, Together, Black and White Value in eighteen-Century Virginia (Princeton, NJ., 1987); John E Wills, Jr, “Maritime Asie, 1500-1800: The Interactive Emergence of european Domination,” AHR, 98 (Februari 1993); 83-105; Edward W. Said, Culture and Imperialism (New York, 1993); Ronald T. Takaki, A Different Mirror: A History of Multicultural America (Boston, 1993); dan Paul Gilroy, The Black Atlantic: Modernity and Double Consciousness (Cambridge, Mass., 1993)
[5] Dari banyak pemikiran dan karya peter Brown, lihat khususnya The World of late Antiquity, A.D. 150-750 (London, 1971) dan The making of late Antiquity (Cambridge, Mass, 1978). Dalam bentuk migrasi massal, interaksi lintas budaya adalah fitur utama dari keantikan akhir. Namun demikian, dalam karyanya sendiri, Brown telah mengkonsentrasikan pada sejarah budaya dan religios dari lembah Mediterania, dan Asia Barat Daya, tanpa menempatkan pengalaman wilayah itu di Eurasia yang lebih besar atau konteks hemisferik dan tanpa menjelaskan secara langsung tema interaksi lintas budaya.
[6] Lihat, diantaranya, Philip D. Curtin, Cross Cultural trade in World History (New York, 1984); Daniel R. Headnock, The Tentacles of Progress: technology Trasnfer in the Age of Imperialism 1850-1940 (New York, 1988) Immanuel Wallerstein, The Modern World System, 3 vols. (New York; 1974); Eric R. Wolg, Europe and the People without History (Berkeley, Calif, 1982) William H. McNeill, Plagues and Peoples (Garden City, NY, 1976) dan dua karya  Alfred Crosby The Columbian Exchange: Biologicdal and Cultural Consequence of 1492 (Wesport, Conn, 1972) dan Ecological Imperialism: The Bilogical Expansion of Europe, 900-1900 (New York, 1986)
[7] Irving rouse, Migrations in Prehistory: Inferring Population Movement from Cultural remains (New haven.conn, 1986). Lihat juga David W. Anthony, :Migration in Archeology: The Baby and The Bathwter,” American Anthropologist, 92 (1990):895-914
[8] Lihat robert J. Wenke, Patterns in Prehystory: Humandkind’s First Three Million years, 3 ED (New York, 1990); dan dua karya Marija Gimbutan, The Goddesses and Gods of Old Europe, 6500-3500 BC: Mytsh and Cult linage, updated edn (berkeley, Calif, 1982) dan The Civilization of the Goddess: The world of Old Europe, Joan marler, cd (San Francisco, 1991)
[9] Sejauh ini mayat palign awal yang diteliti berasal dari 2000 SM dan kultur materialnya mencakup kuda, kereta beroda, dankain yang menunjukkan tenunan yang sama dengan yang terkait dengan komunitas Indo-Eropa di Eropa Utara. Studi rinci mayat itu belum tersedia, tetapi untuk laporan awal lihat Victor H. Mair, Prehistoric Causasoid Corpses of the Tarim Basin. Journal of Indo-European Studies, 23 (1995); 281-307.
[10] Sifat dan hasil dari migrasi Indo-Eropa merupakan materi berdebatan yang berlanjut. Untuk dua pandangan yang bertentangan dan kontroversial, lihat Colin Renfrew, Archaeology and Language: The Puzzle of Indo-European Origins (New York, 1988) dan marija Gimbutan, “The Indo europeanization of Europe: The Intrusion of Steppe pascoralist from South Russion and the Transformation of Old Europe, “Word 44 (1993):205-22. Untuk dua navigasi melalui literator tentang Indo-Eropa, lihat Mallory, In Search of the Indo-europeans dan David W. anthony, “The Archeology of Indo-European Origins,” Journal of Indo-european Studies, 19 (1991):193-222

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!