Sabtu, 31 Desember 2011

Tugas Review Historiografi Partiningsih 7

Meneliti sejarah penulisan sejarah Heather Sutherland

Sejarah menurut konsepnya ada dua. Yang pertama sejarah ialah narasi kronologis yang kita putuskan untuk disusun. Kedua, sejarah adalah keseluruhan dari kejadian-kejadian yang tidak terhitung banyaknya  dari masa lalu itu sendiri. Bagaimana mengatasi kontradiksi yang tidak terelakkan antara narasi terfokus ciptaan kita (sejarah sebagai catatan) dan kekacauan masa lalu (sejarah sebagai kejadian) yang menjadi persoalan utama historiografi.
Historiografi Indonesia pada prinsipnya, tidak dapat dipandang sebagai sekedar suatu penyuntingan ulang terhadap cerita lama. Untuk menjadi disiplin ilmu historiografi harus berkembang dari kehidupan masyarakat yang hidup. Sejarah yang akan ditulis ialah sejarah yang melukiskan perikehidupan bangsa menurut norma-norma kebenaran ilmiah.
Dari hal tersebut di atas kita dapat melihat bahwa pada dasarnya yang harus kita teliti dalam penulisan sejarah adalah siapa yang menulis sejarah itu dan pada masa kekuasaan siapa sejarah itu ditulis. Kita tahu bahwa ketika kekuasaan bergeser, maka terjadi pula pergeseran sejarah yang secara kronik dan genealogi harus disesuaikan. Sebagai contoh misalnya penulisan sejarah pada masa Soeharto berkuasa, buku sejarah tentang mantan tapol tahun 65 pempublikasiannya tidak akan semudah sekarang. Banyak pertimbangan dari akibat yang harus dialami misalnya ditangkap dan dipenjara, meskipun itu mahasiswa yang melakukannya tidak perduli. Akan tetapi kita dapat melihat bahwa setelah Soeharto lengser dan digantikan penguasa lain, maka buku tentang tahun 65 yang pernah menggemparkan Indonesia dengan mudah dapat menyebar ke seluruh pelosok negeri. Bahkan orang-orang yang tadinya bungkam terhadap masalah ini pada akhinya muncul dengan sendirinya tanpa dibebani rasa takut untuk mengungkapkannya.
Dari hal tersebut telah terbukti bahwa memang benar jika politik selalu mempengaruhi bentuk konstruksi sejarah yang kemudian memunculkan dilema yang dihadapi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal itu karena yang pertama demi kepentingan nasional terdapat permasalahan politis, yang kedua terdapat permasalahan ilmiah yang muncul dari tuntutan-tuntutan mengenai studi tentang sejarah yang mungkin bertentangan dengan kepentingan politis.
Kita tahu bahwa historiografi Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan yang melahirkannya, sehingga pandangan mengenai sejarah adalah sangat fundamental dalam membedakan modernitas dari tradisi. Untuk itu maka modernitas ditandai oleh kemajuan, sedangkan tradisi oleh pelestarian. Modernitas diasumsikan sebagai historiografi model barat, yang memunculkan historiografi eropasentris. Di sini sejarawan modern merupakan bagian dari kaum elite kota yang terpelajar dan disubsidi oleh pemerintah. Mereka biasanya berperan sebagai pengkritik suatu pemerintahan dan kebijakan-kebijakan yan dilakukan oleh pemerintah. Di sini akan sangat terlihat mengenai kecenderungannya terhadap sejarah lokal yang kurang menarik simpati mereka.
Untuk itu sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh sejarawan Indonesia  adalah dalam mengungkapkan kesubyektifan sejarah dalam historiografi. Kecenderungan arah terkadang menjadi tolok ukur sejarawan dalam historiografi, masih cenderung dari sudut pandang eropasentris ataukah memang sudah benar-benar indonesiasentris. Karena kita tahu bahwa historiografi Indonesia pandangan yang bercorak Indonesia dan tersedianya fakta-fakta hasil penyelidikan ilmiah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!