Sabtu, 12 November 2011

Tugas Review Historiografi Martina Safitry 4

Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia.

“Kalau dulu orang bilang jangan lupa daratan sekarang orang bilang jangan lupa lautan”
Kajian tentang sejarah maritim pada penulisan historiografi Indonesia masih dibilang sangat langka. Setelah kepergian Nakhoda Sejarawan Maritim Asia Tenggara, Prof. Adrian B. Lapian, saya rasa belum ada lagi sosok sejarawan yang menaruh perhatian besar dengan sejarah kemaritiman Indonesia. Dalam pengantarnya di buku Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesi, Prof. Lapian menekankan pengaruh kekuatan laut kepada jalannya sejarah dunia termasuk sejarah kepulauan Indonesia. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membicarakan tentang sosok Prof. Lapian tetapi saya akan menyoroti penulisan tentang perdebatan tentang kekuatan maritim pada zaman Hindia Belanda.
Buku ini menyuguhkan perdebatan sengit antara Van Leur dengan Verhoeven kaitannya dengan teori Alfred Thayer Mahan yang menulis buku The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783. Karangan Van Leur “Mahan di Meja Baca Hindia” merupakan sanggahan dari karya Verhoeven “Kumpeni sebagai Alat Perang di Laut”. Van Leur menilai bahwa Verhoeven tidak tepat menggunakan dan kurang detail menjelaskan istilah naval power  yang dipinjamnya dari Teori Mahan. Verhoeven hanya membatasi diri dengan uraian peranan Kompeni dalam masa permulaannya sebagai alat perang yang bergerak di laut dan keberhasilan Kompeni mengalahkan Spanyol, Portugis dan Inggris di perairan Indonesia. Sedangkan menurut Van Leur naval power merupakan efek majemuk yang dapat dicapai oleh organisasi politik dan organisasi maritim dalam pengaruh timbal balik dengn struktur sosial-ekonomi zaman itu untuk melaksanaan tujuan-tujuan peperangan.
Pada tahun 1930-an Van Leur dikenal sebagai administrator kolonial muda yang memiliki reputasi nakal dan orang yang berani menentang pendapat sejarawan Belanda pada masa itu. Hal yang kemudian menjadi sangat penting dalam penulisan sejarah Indonesia adalah kritikan keras Van Leur terhadap tulisan Verhoeven, lebih jauh, dihubungkan dengan gagasannya yang membawa wawasan maritim Mahan dalam hubungannya dengan sejarah Kompeni Belanda di kepulauan Indonesia. Menurut Prof. Lapian dalam pengantar buku ini hal tersebut merupakan suatu kegelisahan Van Leur melihat keadaan pertahanan di Kepulauan Indonesia yang memerlukan angkatan laut yang kuat di tengah-tengah ancaman ekspansi Jepang terhadap Hindia Belanda.
 Verhoeven tidak tinggal diam ketika Van Leur melancarkan kritik terhadap tulisannya. Ia menulis kritik balasan yang tidak kalah pedas dalam karangannya yang berjudul “Terpesona oleh Mahan”. Verhoeven menolak tulisannya untuk diterapkan dalam kerangka metode Mahan, menurutnya metode Mahan tidak tepat untuk diterapkan dalam ranah sejarah bangsa Belanda dan tanah jajahannya. Ditegaskannya lagi bahwa Van Leur kurang mengerti dan mempelajari pendapat sejarawan lain tentang karya Mahan. Bagaimanapun juga karya Mahan merupakan karya abad ke-19, jadi Mahan menulis sebelum ada masalah kekuatan laut di Pasifik.
Sependapat dengan Prof. Lapian, saya menilai kritik Van Leur terhadap Verhoeven telah membawa wacana baru tentang kekuatan maritim yang ada Hindia Belanda, kekuatan maritim, utamanya, abad ke-17 tidak melulu adalah milik Kompeni. Misalnya ketika dikatakan bahwa VOC berhasil mengalahkan musuh dari luar, Van Leur dengan tegas menyatakan bahwa terdapat kekuatan bangsa Timur atau disebutnya “musuh dari dalam” yang juga harus ditaklukkan oleh VOC. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!