Sabtu, 12 November 2011

Tugas Review Historiografi Suharto 5

Problems of Indonesian Historiografi

Reinhold  Niebhur menyebutkan bahwa pada awal abad ke-20 di Indonesi atau beberapa kepulauan Asia Tenggara menyatakan ada sekitar 22 orang yang mencoba menulis tentang Kepualauan Nusantara. Pernyataan ini diungkapkan oleh artikel D. G. E. Hall yang semua orang mengerti bahwa ia dianggap salah satu pakar Asia Tenggara. Berbagai ulasan yang ada pada dirinya yang jelas ia salah satu orang yang mencoba memaparkan berbagai peperangan yang ada di Asia Tenggara sebagai pakar Asia Tenggara. Pada tahun-tahun setelah kemerdekaan merupakan perdebatan yang luar biasa. Uraiannya yang sangat bagus berkaitan dengan kejatuhan Kamboja kuno serta hilanganya kedaulatan Champa (Vietnam Selatan) merupakan karya D. G. E. Hall yang sangat mumpuni. Banyak karya-karyanya yang akhirnya mendapat kritikan karena ia lebih banyak menyajikan sejarah sebagai tulisan yang berkaitan dengan para raja, peperangan serta berbagai kasus pada masa-masa Asia Tenggara awal sampai pergerakan Indonesia modern.

Tulisannya tentang Indonesia klasik sebenarnya kurang menggigit karena kalau melihat tentang beberapa karyanya kurang mampu membuat visualisasi yang lebih baik, tetapi karyanya tetap salah satu karya perang-perang lokal yang ada di Asia Tenggara yang paling akurat. Didalam artikel ini yang sebenarnya artikel yang sudah cukup lama karena ditulis pada tahun 1965. Berkaitan dengan apa yang ia sebut Pacific Affairs memahami tentang problematika penulisan sejarah yang ada di Indonesia sangat menarik. Sebelumnya Indonesia hanya dipahami sebagai salah satu entitas yang banyak melahirkan berbagai kultur pra-industri, pada tahun-tahun ini Indonesia di bawah Sukarno banyak membuat berita karena berbagai ulah yang sangat menarik. Gemuruh politik yang dibawa Sukarno menjelang keruntuhannya banyak mendapat kajian yang luar biasa. Ketika Nielbur memaparkan siapa-siapa yang menulis tentang Indonesia pada masa  itu, kemudian muncul berbagai kajian yang lain. Pada awal tahun 1990-an Hermawan Sulistyo murid dari William Frederick yang menulis Surabaya, Hermawan mencoba membuat kalkulasi yang cukup menarik. Pemaparannya yang berkaitan dengan siapa saja para pakar yang menulis tentang Indonesia dari sudut pandang pilitik dan sejarah, ia membuat rangking yang Indah.
Ia menyandarkan bahwa pada tahun 1990-an sebanyak hampir 300-an Indonesianis yang mencoba membuat uraian. Tentu perkembangan yang luar biasa bila dibanding penulis pada masa-masa ketika Hall menulis Asia Tenggara. Para sejarawan Belanda sebenarnya sudah banyak yang menulis tentang Indonesia. Karya monumental Raffles yang pernah menjadi Gubernur Jawa merupakan salah satu karya sejarah Jawa yang paling lengkap pada masanya. Sebelum beberapa sarjana Belanda banyak menulis kajian sejarah di Indonesia sebenarnya banyak orang Belanda yang menjadi penerjemah karya-karya klasik Indonesia. Pada masa kolonial para ilmuwan Belanda baik arkeologi, sejarawan maupun filologi yang mencoba membuat berbagai kasus klasik Indonesia. J. H. Kern, J. L. A. Brandes, N. J. Krom, W. F. Sutterheim menjadi pioneer sejarah klasik. Mereka memberi penjelasan tentang beberapa peninggalan Hindu dan Budha yang ada di Asia Tenggara, sering menyebut masa peradaban Angkor. Tetapi keterangan ini mendapat tentangan yang luar biasa pada tahun-tahun berikutnya. Usaha lebih tua mana Angkor dan Borobudur akhirnya mendapat keterangan yang lebih baik karena pada awal-awal abad Borobudur dinyatakan lebih tua dari bangunan Angkor di Kamboja yang skala bangunannya selalu lebih luas. Para pakar ini lebih menyoroti berbagai karya klasik yang lebih bersifat monument.

Perkembangan penulisan sejarah menjadi sangat menarik karena munculnya beberapa orang ahli Indonesia yang menulis R. Ng. Poerbatjaraka secara pendidikan lebih beruntung dari Djajadiningrat. Kepakaran Poerbatjaraka dalam bahasa ibu (Jawa) sangat membantu ketika ia berada di Belanda. Banyak buku-buku kuno yang kemudian di sadur oleh dirinya sehingga lebih memudahkan ilmuwan selanjutnya. Djajadiningrat terkenal karena ia banyak berkelana di pelosok Pulau Jawa. Sebagai orang berpangkat tinggi ia banyak mendapat kesempatan untuk mengungkapkan apa yang menurutnya semata yang menarik. De Casparis dan Damais yang memang pakar epigraf banyak menyoroti tentang adanya revitalitas antara dinasti Hindu Sanjaya serta dinasti Budha Syailendra.

Berbagai monument besar yang ada di Jawa yang bercorak Hindu dan Budha sangat menarik bagi orang-orang ini. Ia menjelaskan tentang perang yang ada pada dataran tinggi, Candi Ratu Boko sebagai istana masa lalu. Penjelasannya mengenai Candi Sewu mengungkapkan bahwa Jawa pernah mengalami zaman keemasan. Bangunan-bangunan raksasa merupakan wujud dari keangkuhan dua dinasti yang memerintah Jawa Tengah pada abad-abad yang lebih awal tentang kerajaan Jawa. Bagaimana reruntuhan besar Candi Borobudur sebagai peninggalan pada masa ini. C.C. Berg yang banyak membangun teori kontroversi merupakan wacana lain dari perkembangan penulisan sejarah Indonesia awal. Pemaparannya yang berkaitan dengan Singasari, Majapahit serta Mataram menimbulkan perdebatan hebat, ia menyatakan Ken Arok, Panembahan Senopati merupakan tokoh dalam karya sastra yang kebenaran sejarahnya diragukan. Demikian juga dari berbagai judul buku tersebut menurut uraian buku tersebut sebagai mitologi belaka sehingga puja sastra yang berkaitan dengan sikap supranatural. Cerita terbangun sangat berlainan. H. J. de Graaf yang banyak menulis tentang Jawa, utamanya pada masa-masa perkembangan mataram Islam memiliki langkah tersendiri. Ia banyak menggunakan sumber dari kronik Jawa klasik yang disebut babad. Babad Tanah Jawi, Babad Momana, Serat Kandha menjadi berbagai acuan dari beberapa karyanya. Kepakarannya dalam serat klasik membawa beberapa penulisannya tentang Jawa pada abad pertangan tidak diragukan.

Sebagai seorang sejarawan yang merekontruksi Mataram dari babad serta berita Belanda merupakan karya yang sangat bagus. Buku-buku ini sampai sekarang masih menjadi berbagai rujukan berkaitan dengan kasus sejarah Jawa yang memang unik. Perbandingan sangat menarik ketika Berg menganggap karya-karya Jawa seperti Arjunavivaha, Pararaton, Nagara Kertagama dan Babad Tanah Jawi merupakan masterpiece karya besar pujangga Jawa dari beberapa abad yang terjadi. Sebenarnya permasalahan bermunculan pada masa ini karena pada dasarnya para sejarawan banyak menyatakan tentang disiplin ilmu sejarah bagaimana dituliskan. Ini terjadi karena perdebatan hebat apakah karya-karya klasik yang notabene karya sastra layak menjadi data serta fakta yang baik untuk merekontruksi sejarah. Berbagai ide bermunculan karena ini karya klasik ketika menjadi rujukan tentu harus mendapat perimbangan dari karya-karya yang lebih modern.kenyataannya data yang melimpah dari keterangan di negeri kepulauan merupakan belantara laini dari karya tulisan yang sebenarnya tidak mudah untuk membuat klasifikasi.

Orang-orang Asia Tenggara maupun Kepulauan Nusantara yang terbiasa menulis bukan sebagai data dan fakta sebagai faktor penting tentu berbeda dengan berbagai laporan. VOC atau zaman kolonial Belanda membuat pernyataan serta kalkulasi politik yang ada. Memerlukan berbagai keahlian klasik untuk memahami berbagai tulisan sastra pada zaman ini lebih menyoroti beberapa karya klasik yang memberi pemahaman sebagai mana karya sejarah harus ditulis. De Graaf membuat berbagai pernyataan sebagaimana beranggapan bahwa Babad Tanah Jawi merupakan kronik yang resmi dari sebuh pemerintahan, sedangkan Berg beranggapan bahwa dibuatnya babad memang merupakan karya untuk memuja salah satu tokoh malahan yaitu Sultan Agung sebagai raja besar pada masa-masa tersebut. Sebagai seorang raja yang terlegitimasi bisa saja ia meminta para pujangga Jawa memahami bagaimana ia berkuasa sebagai seorang raja yang harus diceritakan seperti pada Babad Tanah Jawi. Djajadiningrat banyak menyoroti tentang upacara, pernyataan tradisi local, adat tradisi, kejayaan personal, berdirinya kerajaan, catatan yang masih miskin atau terisolasi. J. C. Bottom mencoba membuat berbagai gambaran yang ada pada sejarah Malaya. Ia menemukan bagaimana orang Melayu memahami otobiografi, kode-kode hokum, surat-surat pribadi, deskripsi tentang syair (puisi) dan sebagainya. Berbagai seremonial raja, upacara kebesaran maupun keagungan sang raja banyak disebut pada hikayat-hikayat tanah Sumatera atau Semenanjung Malaya.

Berbagai legenda Melayu berbagai fantasi serta gossip para bangsawan banyak tertulis. Memilih persamaan dengan negeri kepulauan yang lain Melayu memiliki genre tersendiri dalam menulis karya kuno mereka. Raja-raja Melayu banyak menulis ketika Melayu bersinggungan dengan Islam sebagai sebuah entitas yang mewakili mereka sebagai sebuah bangsa. Kehebatan, kejayaan raja serta berbagai kaidah Melayu merupakan bahan kronik Melayu yang memang popular. Banyak karya Melayu membuat banyak paradoksal atau ironi. Cerita tentang orang gunung melawan orang laut dan berbagai hal yang lain menunjukkan seperti itu dunia Melayu ditulis. Bahasa serta ritme Melayu yang memang mendayu penuh keindahan bahasa sangat dihargai. Berbagai karya sastra yang hebat tetapi bukan sebagai hasil kajian sejarah. Semua yang mereka miliki meragukan sebagai suatu karya sejarah. Suasana kontras terjadi ketika mencoba melihat tentang Makassar dan Bugis karya-karya klasik mereka yang besar berkaitan dengan legenda, mitos, dan berbagai adat yang ada banyak mendapat sorotan tersendiri. Di antara bangsa Asia Tenggara mungkin orang Bugis dan Makassar dalam menulis sejarahnya relatif baik. Banyak catatan-catatan istana, atau para pejabat tinggi kerajaan menjabarkan bagaimana karya bangsa pelaut ini lumayan bagus sebagai data sejarah. Catatan harian, pengetahuan perbintangan tentang ekspedisi perang, kasus-kasus negara, keluarga kerajaan, maupun fenomena alam yang mereka catat sangat faktual. Bahkan beberapa kejadian dicatat dengan sangat teliti dan apa adanya. Sehingga tulisan-tulisan yang ditinggalkan kedua bangsa ini terasa relatif bersejarah dibanding karya-karya negeri kepulauan yang lain.

Dr. Noordyn yang banyak membahas daerah memberi gambaran yang jelas. Problem penulisan sejarah di Indonesia sebenarnya bukan perkara mudah. Di Indonesia terlanjur menjadi sesuatu yang indah pengetahuan sejarah bercampur dengan pengetahuan yang lain dan satu kesatuan yang saling merangkai. D. G. E. Hall sebenarnya menyatakan persoalan sejarah Indonesia dengan kemajemukan memerlukan pemahaman yang tidak mudah. Melihat babad dengan kacamata sejarawan modern tentu tidak tepat. Karena penulisan sejarah terkait dengan jiwa zaman serta wacana yang mendukungnya. Demikian juga sejarah di Indonesia dipakai. Apabila sejarawan memahami tidak ada yang sulit atau misteri dari penulisan di Indonesia kecuali para sejarawan menginginkan menjadi cerita kuno yang menyeramkan generasi berikutnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!