Sabtu, 12 November 2011

Tugas Review Historiografi Yudhi Andoni 4

Mahan dan Rekonstruksi Sejarah VOC

Artikel ini merupakan review atas dua karya historiografi kolonial yang disatukan dalam satu buku berjudul, Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia (Jakarta: Bhratara, 1974). Karya itu adalah tulisan Van Leur, ”Mahan op den Indischen lessenaar” (Mahan di meja baca Hindia) yang dibuat dalam Koloniaal Tijdschrift XXX (1914), dan tulisan F.R.J Verhoeven, ”In de ban van Mahan” (Terpesona oleh Mahan) berangka tahun 1941 (?), juga dimuat dalam majalah yang sama. Dua karya ini jelas saling serang satu sama lain.

Bermula dari karya F.R.J Verhoeven, De Compagnie als instrument van den oorlog ter zee 1602-1641 (Kompena sebagai alat perang di laut). Van Leur berusaha mempreteli kelemahan karya pertama Verhoeven yang hanya selintas lalu menyebut Mahan sebagai sumber analisis keberadaan konsep ”seapower” dan ”naval power” dalam peranan VOC menguasai jalur laut di Asia Tenggara. Di kesempatan lain, Verhoeven pun dengan elegan membalas lewat analisa yang kuat akan teori Mahan dalam menjelaskan kekuatan ”sea power” dan ”naval power” yang dimainkan VOC di awal-awal pendiriannya.

Polemik historiografi keduanya tak bisa dilepaskan dari latar belakang pekerjaan mereka. Van Leur adalah seorang perwira militer Belanda. Baginya karya Mahan menjadi kerangka berpikir penting membangun keunggulan maritim bangsa Belanda. Sementara Verhoeven adalah kepala arsip Hindia-Belanda, seorang pegawai pemerintahan yang menekankan aspek inventaris arsip dalam penulisan sejarah.

Jika melihat periode dua karya ini diterbitkan, jelaslah Van Leur berusaha mengambil peran dan pemahaman sebagai perwira militer yang kala itu menyadari bahwa dunia berada dalam suasana mencekam. Dunia tampaknya akan segera diancam perang. Sebagaimana Mahan yang melihat pentingnya kekuatan laut dan maritim, Van Leur (mungkin) melihat apa yang ditulis oleh Verhoeven mendatangkan pesimisme kemiliteran. Namun kesamaan keduanya, mereka sama-sama memandang titik penting kekuatan militer Belanda di laut adalah masa VOC.

Bagi bangsa-bangsa yang memiliki garis pantai yang panjang, dan yang mengandalkan daerah koloninya, kekuatan maritim dan unggul di laut menjadi keharusan. Kasus runtuhnya imperium Spanyol dan Portugis menjadi bahan acuan utama keduanya melihat pentingnya pemerintah kolonial Belanda membangun kekuatan maritim. Namun titik acuan ini pula yang membedakan pisau analisa Van Leur dan Verhoeen.

Bagi Van Leur, teori Mahan sangat penting dalam menilai peran-peran strategis VOC sebagai kekuatan militer di laut. Di awal permulaannya, VOC menurut Van Leur lebih banyak bergerak sebagai alat perang di laut, mengalahkan pesaing-pesaingnya seperti Inggris, Spanyol, dan Portugis.

Van Leur percaya bahwa VOC merupakan representasi ”naval power” yang ditulis Mahan. Teori Mahan sendiri menjelaskan ada enam unsur yang menentukan suatu negara berkembang menjadi kekuatan laut; pertama, kedudukan geografi; kedua, bentuk tanah dan pantainya; ketiga, luas wilayah; keempat, jumlah penduduk; kelima, karakter penduduk; keenam, sifat pemerintahnya, termasuk lembaga-lembaga nasional. Dan Van Leur melihat, enam konsepsi Mahan ini sejalan dengan posisi kompeni yang kala itu banyak memainkan posisi alat perang di laut daripada perusahaan dagang.

Van Leur membantah klaim analisa Verhoeven tentang kompeni pada abad ke-17 ini. Setidaknya dia melihat lima titik lemah karangan Verhoeven.

”Kompeni lahir dari perang dan selama hidupnya merupakan badan perdagangan dan alat perang sekaligus (hlm. 446); dalam dasawarsa-dasawarsa pertama dari hidupnya, Kompeni dapat dikatakan lebih banyak berperang dari berdagang (hlm. 446); menurut hakekatnya ia merupakan sebuah lembaga yang bertujuan ganda, yaitu untuk berdagang dan untuk berperang (hlm. 448); dalam kurun waktu yang sedang dibicarakan ini Kompeni dalam pandangan si penilik terutama bertindak sebagai ”naval power” yang masih muda (hlm. 446); sesudah tahun 1641 (perebutan Malaka, benteng Portugis itu) maka berpindahlah medan pertempuran di laut keluar Kepulauan Hindia...Berubahlah sifat ”naval power” itu; usaha perang tidak lagi—seperti biasanya—menduduki tempat yang langsung dan utama. Kompeni makin lama makin menjadi perusahaan dagang, dan tumbuh dari alat perang di laut menjadi negara lautan di Asia”.

Lima hal inilah yang tidak disetujui Van Leur ketika konsep ”naval power” dari VOC direduksi Verhoeven. Bagi Van Leur ”naval power” tidak semata istilah inventarisasi yang sederhana suatu negara yang menyediakan kapal-kapal perang untuk merugikan musuh. Sebaliknya, sebagai efek meluas yang dapat dicapai negara sehubungan dengan kebutuhan sosial-ekonomi lewat tujuan-tujuan peperangan.

Van Leur pun menjawab titik lemah dari karangan Venhoeven dengan menjelaskan; kejatuhan Malaka tidaklah menjadi titik henti atas kekuatan maritim kompeni dalam memperluas pengaruhnya. Jatuhnya Malaka justru menjadi instensifikasi peran angkatan laut kompeni yang menguasai Asia Tenggara. Maka dari itu penggunaan tahun 1641 sebagai titik balik peran ”naval power” seperti dijelaskan Verhoeven, tidak tepat. Begitu juga peran yang dimain Jan Pieterszoon Coen. Ia tampak sebagai penjajah, panglima perang, atau penakluk daripada sebagai peniaga, demikian Van Leur.

Diakhir karangannya ini, sekali lagi, karena keterpesonaannya yang kuat pada Mahan. Van Leur menutunya dengan menulis;

”Secara singkat: peperangan, penguasaan laut dan perniagaan di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1602-1641 lain aspeknya daripada sesudah tahun 1660 sebagaimana telah digambarkan Mahan secara terperinci. Maka diperlukan penyusunan tersendiri dari gambaran naval power. Dalam rangka inilah alat perang di laut yang kirannya diwujudkan VOC perlu diselidiki dalam segala hubungannya yang rumit di bidang sejarah maritim maupun sejarah umum. Dalam menyelidiki hal ini tulisan Mahan hendaknya senantiasa tersedia di meja baca Hindia. Akan tetapi dala pada itu harus ditetapkan sebagai syarat; bahwa Mahan benar-benar harus dibaca dan metode Mahan ditetapkan”.

Keterpesonaan akan karangan Mahan inilah yang dikritik habis-habisan Verhoeven pada Van Leur. Itulah mengapa dengan sinis Verhoeven memberi judul karyanya, ”Terpesona oleh Mahan”.

Jawaban kritis Verhoeven merupakan jawaban khas seorang terpelajar. Ia membuat analogi bagaimana Van Leur mencercanya dengan tidak beradab. Sebiadab Prokrusters—bajak laut berkebangsaan Yunani yang sangat jahat.

Vehoeven memberi pledoi yang sederhana, mengapa dia cuma menyinggung Mahan sekedarnya. Ia mengakui, konsepsi ”naval power” yang notabene dari Mahan tak lain penjelas tambahan bagaimana VOC di awal menjadi alat perang dari negeri Belanda sebagai negara lautan. Baginya, karya Mahan betul-betul tidak mempunyai gambaran yang sempurna dari sejarah Belanda.

Ditulis Verhoeven, Mahan jelas orang yang tak mengerti bahasa Belanda, sekaligus hanya dapat memakai sumber-sumber Inggris dan Perancis yang seringkali bermutu kelas dua. Kritik lain dari Verhoeven adalah motif diterbitkannya karya Mahan itu. Jelaslah, kecenderungan karya Mahan pada hakekatnya pembelaan untuk angkatan laut yang kuat dan ditujukan kepada Amerika Serikat yang kala itu kurang kesadaran berarmadanya.

Dengan membaca dua karya ini, penulis menjadi berat untuk tidak berpihak dan (mungkin) bersetuju dengan jabaran Verhoeven akan substansi polemik mereka berdua. Penulis kutipkan;

”Di samping itu saya ingin menegaskan, bahwa karangan Mahan, Influence merupakan karya abad ke-19, jadi lebih dari 50 tahun umurnya yang ditulis sebelum ada masalah yang maha hebat tentang ”sea power in the pacific”, dan jauh sebelum perang dunia yang besar. Dengan tepat dikatakan seorang ahli beberapa bulan yang lalu; ’sea power is no longer tailored to Mahan’s definitions”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!