Sabtu, 12 November 2011

Tugas Review Historiografi Yuli Astriyani 5

Problems of Indonesian Historiography (D.G.E. Hall)

Daniel Goerge Edward Hall (1891-1979) adalah seorang sejarawan Inggris, penulis dan akademisi. Gelar Professor dan Guru Besar didapatnya dari Cornell University dan London University. Fokus penelitiannya pada kajian Asia Tenggara. Tulisannya yang terkenal adalah “History of Burma”. Di dalam Artikle “Problems of Indonesian Historiography” yang diterbitkan dalam Pacific Affairs, Vol. 38, No. 3/4 yang ditulis pada musim gugur 1965 sampai musim dingin 1965-1966, halaman 353-359, Hall mencoba membandingkan 22 tulisan dan melakukan penelitian dengan cermat tentang historiografi Indonesia  yang ditulis oleh orang Indonesia dan orang-orang dari Eropa (Belanda, Inggris dan Prancis) yaitu :
1.      Historiographical Problems oleh Muhammed Ali
2.      Pre-Seventeenth-Century History : Sources and Directions oleh L. Ch. Damains
3.      Archaeology and Indonesian History oleh R. Soekmono
4.      Epigraphy and Indonesian Historiography oleh Buchari
5.      Local Traditions and the Study of Indonesian History oleh Hoesein Djajadiningrat
6.      The Javanese Picture of the Past oleh C.C. Berg
7.      Later Javanese Sources and Historiography oleh H.J. de Graaf
8.      Origins of South Celebes Historical Writing oleh J. Noorduyn
9.      Some Malay Historical Sources: a Bibliographical Note oleh J.C. Bottoms
10.  Chinese Historical Sources and Historiography oleh Tjan Tjoe Som
11.  Recent Japanese Sources for Indonesian Historiography oleh Koichi Kishi
12.  Some Portuguese Sources for Indonesian Historiography oleh C.R. Boxer
13.  Dutch Historical Sources oleh Graham Irwin
14.  English Sorces for the Modern Period of Indonesian History oleh John Bastin
15.  Soviet Sources for Indonesian History oleh Ruth T. McVey
16.  Use of Anthropological Methods in Indonesian Historiography oleh Koentjaraningrat
17.  The Significance of the Study of Culture and Religion for Indonesian Historiography oleh 
P.J. Zoetmulder
18.  The Sociological Approach oleh W.F. Wertheim
19.  The Significance of the History of International Law in Indonesia oleh G.J. Resink
20.  The Significance of the Comparative Approach in Asian Historiography oleh J.M. Romein
21.   Aspects of Indonesian Economic Historiography oleh F.J.E. Tan
22.  The Indonesian Historian and his Time oleh Soedjatmoko.

Hall membatasi fokus penelitiannya pada sejarah awal Indonesia (kira-kira abad ke-17), terhadap sumber-sumber tradisional yang dipakai dalam 22 tulisan tersebut dan melakukan penelitian secara cermat dengan melihat sejauh mana kepentingan dan ketertarikan penulis tersebut didalam hasil karya mereka. Hall mengingatkan akan pentingnya sumber-sumber arkeologi dan epigrafi sebagai sumber sejarah Indonesia awal dalam hal ini dia melihat apa yang di lakukan oleh Soekmono dan Buchari. Menurut Hall permasalahan Historiografi di Indonesia yang paling banyak dihadapi oleh para sejarawan Indonesia adalah persoalan mengenai penguasaan bahasa sumber, kemampuan analisis sumber dan interpretasi sumber-sumber tradisional. Menurutnya, hal ini dikarenakan apa yang sudah ditulis oleh para sejarawan pendahulu, sebagian besar karyanya diterbitkan dalam bahasa Belanda. Oleh karena itu dia menekankan akan pentingnya memguasai bahas sumber. Hall juga menyatakan bahwa studi tentang kawasan pasifik ternyata banyak menarik minat orang-orang Eropa khususnya Belanda. Belanda banyak menyediakan beasiswa bagi orang-orang Indonesia untuk menulis sejarah awal peradaban dan kebudayaan Indonesia dimasing-masing tampat asalnya. Oleh karena itu bagi para sejarawan yang tertarik untuk menulis sejarah dengan menggunakan sumber-sumber tradisional wajib menguasai bahasa sumber seperti apa yang dilakukan oleh Pastor Zoetmulder yang telah mengabdikan seumur hidupnya untuk mempelajari bahasa Jawa Kuno dan sastra Jawa. Hal ini telah banyak dilakukan oleh sejarawan Eropa dalam meneliti sumber-sumber di Asia Tenggara khususnya di Indonesia terhadap sumber-sumber tradisional. Apa yang dilakukan Pastor Zoetmulder berbeda dengan yang dilakukan Berg, yang hanya melihat sumber-sumber tradisional menggunakan logika lalu menggunakan teori tanpa melakukan studi linguistik dan melakukan pendekatan budaya. Sehingga hanya melihat sumber-sumber tradisional seperti babad sebagai sesuatu yang ahistoris dan mitos.

Pastor Zoetmulder berpendapat bahwa Berg memiliki kesulitan dalam memahami makna tulisan-tulisan tertentu yang dihasilkan oleh suatu budaya masa lalu, Zoetmulder berpendapat untuk memahami makna-makna tulisan kuno harus menggunakan tulisan-tulisan yang sama sebagai kunci untuk memahami budaya itu. Ternyata ahli-ahli dari Eropa pun memiliki kesulitan yang sama seperti para sejarawan Indonesia ketika menggunakan sumber (misalnya bahasa Belanda). Namum semangat untuk menguasai bahasa sumber patut ditiru oleh para sejarawan kita. Melalui hal ini kita dapat memahami dan menemukan makna yang terdapat dalam sumber sejarah dari kebudayaan manusia di masa lalu. Dalam hal ini kontribusi Berg adalah Dia berpendapat bahwa pentingnya mempelajari sejarah budaya dan sejarah agama untuk mempelajari historiografi Indonesia.
Dr. H.J. de Graaf menggambarkan karya sastra babad sebagai suatu hal yang sakral, menurutnya naskah kuno sastra digunakan sebagai senjata politik untuk melegitimasi kekuasaan raja-raja pada saat itu. Menurutnya Informasi yang terkandung dalam sastra babad sangat berharga namun harus dilakukan pengecekan juga dengan sumber yang lain. J.C. Bottoms menunjukan dalam pembahasannya mengenai sejarah sastra Melayu banyak menulis tentang karya otobiografi, puisi, kode hukum, buku harian, surat-surat pribadi dan memorandum. Dalam bukunya “Some Malay Ideas of History” dia mengatakan bahwa langkah pertama yang dilakukan untuk memahami teks-teks melayu adalah dengan bertanya untuk apa tujuan mereka menulis dan untuk siapa mereka ditulis. Baginya sejarah merupakan cabang dari teologi, sehingga bagian sejarah dan teologis suatu karya sering disandingkan. Dalam hal ini sumber tradisional belum diperlakukan sebagai sumber sejarah untuk menggambarkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat karena hanya dipandang dari sisi teologis atau sudut pandang agama saja.
Berbeda dengan Melayu dan Jawa,  Kronik Bugis dan Makasar yang ditulis oleh Dr. Noorduyn, bahwa dia menunjukan sikap skeptis terhadap mitologi dan legenda. Istilah mereka tentang kronik berarti hal-hal tentang orang-orang zaman dulu. Padahal Kronik Bugis dan Makasar berisi tentang kejadian di keluarga kerajaan, urusan negara, ekspedisi, menggambarkan kegiatan masyarakat yang suka berperang, perjanjian dengan negara-negara lain, serta fenomena alam seperti gerhana, gempa bumi dan komet. Apabila dilakukan kritik yang tepat akan didapat banyak fakta sejarah didalamnya yang dapat menggambarkan kondisi masyarakat Bugis pada kurun waktu tertentu. Mereka juga mencatat data berharga tentang senjata, cara memancing, membuat rumah, kapal, dan aturan hukum adat. Mereka menggunakan kalender matahari dari peninggalan Portugis dan menulis dalam skrip bahasa Indonesia yang berasal dari India. Catatan yang ditemukan beberapa kerajaan kecil di Selawesi Selatan menunjukan perjuangan mereka dalam mempertahankan hegemoni. Walaupun tradisi lokal dan gambaran peristiwa di Sulawesi berbeda dengan gambaran peristiwa dalam sastra Jawa. Dalam sastra Jawa penanggalan disamarkan dengan kata-kata namun hal ini tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan di Sulawesi Selatan.
Hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa penelitian mengenai abad ke-17 masih mempunyai banyak ruang bagi para peneliti lokal, sehingga para sejarawan Indonesia harus meneliti kembali mengenai sumber-sumber tradisional yang masih belum dimanfaatkan dan diperlakukan sebagai sumber untuk penulisan sejarah secara tepat dan proporsional. Permasalahan lain di Indonesia adalah kurangnya perhatian negara terhadap penelitian sejarah. Penelitian mengenai studi sejarah Asia Tenggara khususnya Indonesia malah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti dari Eropa dan Amerika. Karena terbatasnya kemampuan financial para peneliti Indonesia untuk meneliti sejarah nya sendiri karena tidak ada peran dan ketertarikan pemerintah untuk hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!