Sabtu, 26 November 2011

Tugas Review Historiografi Robby Anugerah 4

Leur dan Verhoeven
Dalam Pandangannya Menjelaskan Sejarah Kompeni

“Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia” adalah kumpulan dua artikel terjemahan yang isinya berkaitan dan membahas tema yang sama, yaitu sejarah maritim. Di mana masing-masing penulis artikel saling adu argumentasi dan kritik sesuai kerangka berpikir yang mereka punya.

Judul artikel pertama dalam buku ini adalah “Mahan op den Indischen Lessenaar” (Mahan di meja baca Hindia) yang dibuat J.C van Leur, artikel ini adalah artikel sanggahan terhadap tulisan sebelumnya yang dibuat F.R.J. Verhoeven, “De Compagnie als instrument van den oorlog ter zee 1602-1641” (Kompeni sebagai alat perang di laut). Awalnya Leur merasa tidak puas dengan pemaparan Verhoeven yang tidak melihat teori Mahan dalam menjelaskan hubungan sejarah Kompeni Belanda di kepulauan Indonesia. Karena merasa diserang dan dikritik habis-habisan oleh Leur, akhirnya Verhoeven pun menjawab dengan memberi kritik balasan melalui tulisannya “In de ban van Mahan” (Terpesona oleh Mahan). Verhoeven beberapa kali secara “vulgar” mengecam Leur yang dianggapnya terlalu berani dan tidak sopan melempar pandangannya.

Memang sangat menarik membahas dua artikel yang saling bertentangan, dan adu pandangan terhadap suatu tema yang sama. Karena dari sanalah sebenarnya kita bisa melihat, bagaimana para penulis itu menyusun kerangka berpikirnya untuk menjelaskan suatu pokok permasalahan. Leur, dengan modal teori Mahan, ia ingin menunjukkan peranan Kumpeni Belanda sebagai kekuatan maritim yang besar. Ia kemudian melihat gagasan dan teori-teori tentang kekuatan laut (Sea Power) yang dibuat oleh Mahan, di mana dalam gagasan itu terdapat enam unsur yang menentukan dapat tidaknya sebuah negara berkembang menjadi sebuah negara bahari, yaitu: kedudukan geografi, bentuk tanah dan pantainya, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk, dan sifat pemerintahannya. Leur menggunakan salah satu teori dari Mahan untuk menyelidiki sejarah kumpeni di Indonesia yaitu teori kedudukan geografis. Dalam rangka memperluas daerah kekuasaan atau eksistensinya dalam menerapkan kolonialisme di Indonesia, Belanda perlu memperhatikan kondisi geografis dari Indonesia. Sebagaimana pada saat itu, Indonesia dikenal sebagai “negara” yang sangat luas wilayahnya terutama lautnya dan juga terdiri dari beribu-ribu pulau di dalamnya (archipelago). Sehingga apabila Belanda ingin menguasai Indonesia dan tetap menjadi kolonial yang paling kuat, tanpa ada negara lain yang menyainginya, maka kekuatan di lautan dan wawasan maritim Belanda harus terampil dan solid. Selain dari penguasaan terhadap wilayah laut, Belanda juga harus menguasai jalur perniagaan atau perdagangan. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki banyak pelabuhan-pelabuhan penting yang strategis misalnya pelabuhan Sunda Kelapa yang letaknya berada di perairan utara pulau Jawa yang merupakan jalur pelayaran dari daratan India menuju China. Banyak kapal-kapal dagang saat itu, baik China, Arab, India yang singgah dan melakukan kegiatan perdagangan. Sehingga seharusnya Verhoeven juga menjelaskan peranan pedagang-pedagang itu. Apalagi sebelum memasuki abad ke-18, kompeni masih belum dianggap mempunyai peranan penting di Indonesia. Oleh karena itulah,  Leur mengungkapkan untuk menjelaskan sejarah Kompeni Belanda seharusnya terlebih dahulu melihat peta dari daerah yang menjadi tempat penetrasinya, sehubungan dengan itu, teori Mahan cocok digunakan sebagai media penggambaran.

Berbeda dengan pandangan Leur, Verhoeven mencoba sedikit “melunak”, walau terkadang ada beberapa kalimat secara “vulgar” mengecam, ia memang mengakui secara tidak tegas menerapkan teori Mahan pada tulisannya yang pertama. Akan tetapi, itu berdasarkan pertimbangan yang sudah sangat diperhitungkan. Ia melihat bahwa ada beberapa segi dari teori Mahan yang tidak cocok untuk diterapkan pada tulisannya seperti permasalahan waktu yang tidak relevan untuk menjelaskan peristiwa sejarah yang sudah lama. Ia berasumsi kondisi laut dulu berbeda dengan kondisi laut ketika teori Mahan muncul. Sehingga ia kurang antusias terhadap teori itu. Di akhir artikel, ia kemudian memunculkan nama-nama orang yang mengkritik teori Mahan.

Dari beberapa penggambaran di atas, penulis hanya bisa menyimpulkan bahwa baik Leur dan Verhoeven, sama-sama memiliki cara sendiri dalam menerapkan kerangka berpikirnya. Konsep dan teori yang mereka pakai, juga sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan. Memang di dalam tulisan ilmiah konsep dan teori sangat menentukan nilai tulisan itu baik atau tidak. Namun, kita hanya bisa berupaya, teori mana yang paling dekat dan benar untuk menjabarkan inti persoalan. Hemat kata, penulis sangat apresiatif sekali dengan kedua tokoh ini, mereka mengajarkan bagaimana berbuat kritis dalam melihat sesuatu.   

Sumber:
Van Leur, J.C dan F.R.J. Verhoeven. 1974. Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia, terjemahan Kartini Abubakar tim. Jakarta: Bhratara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!