Jumat, 21 Oktober 2011

Tugas Review Historiografi Jhon Purba 1

Balinese Texts and Historiography
Dalam Karya Andrian Vickers

Tulisan Andrian Vickers yang berjudul “Balinese Texts and Historiography” cukup menarik bila dilihat dari kaca mata historiografi Indonesia dan penulisan sejarah Bali khususnya. Bali memiliki tradisi sastra yang sering digunakan dalam ritual-ritual. Pertanyaannya adalah bagaimana menggunaan teks-teks Bali seperti babad sebagai sumber sejarah dalam penulisan sejarah?

Historiografi model Barat tentu melihat teks-teks Bali ini hanyalah sebagai karya sastra dan mitos. Sementara historigrafi Indonesia mencoba lepas dari “Eropa-sentris”, meskipun dalam beberapa hal tetap mereproduksi pemikiran Barat. Dengan demikian ada perbedaan antara penulisan sejarah dari masyarakat adat Bali dengan  penulisan sejarah dari sumber-sumber Eropa.

Di satu sisi, Andrian mengkritisi kelemahan historiografi Indonesia dalam hal persepsi dan kebenaran waktu. Baginya penulisan sejarah Bali tidak jelas membedakan antara metodologi sejarah, studi sastra, atau antropologi. Tetapi di sisi lain, juga mengkritisi pandangan Barat yang berusaha menggeneralisasi tentang Bali dari satu studi tertentu. Bahkan baginya orang Barat ingin melihat Bali berbeda dari apa yang dilihat masyarakat Bali sendiri.   

Memang dalam menulis sejarah dengan menggunakan teks-teks tradisional mengalami banyak kesulitan. Selain teks-teks itu jarang memiliki penanggalan waktu yang jelas, juga akan kesulitan jika melihatnya dari kekinian. Sumber-suber sejarah Barat juga tidak bisa dijadikan sebagai sumber utama dalam penulisan sejarah lokal karena memiliki kelemahan dalam melihat persoalan. Apalagi penulis Barat tersebut belum tentu memahami budaya penduduk lokal.

Di Bali sendiri, ada tiga kosa kata mengenai masa lalu, yakni “uning” (history), “eling” (memory), dan “load” (sites of memory). “Uning” merupakan pengetahuan masa lalu yang resmi/terlembagakan. Otoritas untuk bicara tetang masa lalu dipegang oleh rezim kebenaran tentang masa lalu sehingga terjadi pembungkaman terhadap narasi-narasi yang lain. Sedangkan “eling” (social memory) bisa diwujudkan dalam “pakeling” (ritual memory), yakni pengingatan yang bisa melibatkan semua orang tanpa ada seorang pun yang punya hak otoritas untuk “menarasikan masa lalu” secara eksklusif.

“Pakeling” dapat terlihat melalui “load”, yakni jejak-jejak masa lalu yang membadan (embodied), atau torehan-torehan masa lalu yang mewujud pada tempat, benda, kata, bunyi, dan sebagainya. Torehan-torehan itu diingat, dan ingatan itu turut membentuk cara orang bertutur kata, bertindak dan merespon stimulus-stimulus tertentu. 

Oleh sebab itu, dalam menulis sejarah Bali seharusnya tidak hanya melihat teks-teks yang tersedia. Tetapi juga memperhatikan sumber-sumber sejarah yang lain seperti “uning”, “eling”, dan “load”. Di sinilah sangat dibutuhkan sejarawan yang benar-benar memahami dan mampu melihat Bali dari berbagai sudut pandang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!