Minggu, 09 Oktober 2011

Tugas Review Historiografi Mufidha BI 2

Asia Tenggara di Mata Kolonial

Ketika kita berbicara mengenai ilmu pengetahuan, kita akan diarahkan pada apa yang terjadi di dunia Barat pada masa Yunani kuno. Dalam benak kita, dari sanalah ilmu pengetahuan berasal, sehingga sampai sekarang, jika berbicara mengenai ilmu pengetahuan, kita akan berkaca pada Barat. Kaitannya dengan Historiografi, menarik jika kita sedikit mengupas tentang buku Textual Empires. Mary Catherine Quilty terutama pada Bab 1, menjelaskan bahwa bagaimana para penjelajah seperti Symes, Marsden, Raffles dan Anderson, menuliskan dan mempublikasikan pengetahuan tentang Asia Tenggara.

Mary Catherine Quilty menjelaskan bahwa para penjelajah tersebut ingin memberikan pengetahuan baru kepada dunia tentang keberadaan serta hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan di Asia Tenggara. Metode penulisan yang mereka gunakan dalam ‘membangun’ pengetahuan tentang Asia Tenggara juga didasarkan pada metode penulisan yang sedang berkembang di Barat pada saat itu. Walaupun ada perkembangan metode penulisan dari penulis yang satu dengan yang lain, namun, pada umumnya mereka mengklaim bahwa tulisan mereka yang paling mendasarkan pada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan yang objektif. Padahal, bukankah apa yang kemudian mereka hasilkan sebagai pengetahuan tentang Asia Tenggara tersebut sebenarnya merupakan buah pikir mereka yang disusun berdasarkan metode mereka pula? Apa yang mereka anggap sebagai kebenaran tentang Asia Tenggara, sebenarnya tidak lain adalah kebenaran berdasarkan sudut pandang mereka.

Hubungannya dengan historiografi Indonesia adalah bahwa sumber-sumber serta pola pikir yang digunakan dalam menuliskan sejarah Indonesia, sampai saat ini kebanyakan masih berkiblat pada apa yang telah ditulis oleh para penjelajah pada masa kolonial tersebut. Padahal suka tidak suka, para penjelajah ini sudah barang tentu memberitakan apa yang ada di Timur, khususnya Asia Tenggara berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Celakanya historiografi Indonesia selama ini hanya mendasarkan terhadap apa yang digambarkan oleh para penjelajah itu. Bedanya hanya pada poin-poin mana yang ingin lebih ditonjolkan.

Dengan begitu, apa bedanya historiografi yang ditulis pada masa kolonial dengan yang ditulis setelah masa kolonial apabila sudut pandang yang digunakan adalah sama? Sarwono Pusposaputro pernah menyatakan bahwa “Kehidupan bangsa Indonesia dalam menyejarah tidak hanya dipandang dari ‘atas geladak kapal’ atau dari ‘loji-loji’, melainkan harus dituangkan kembali ke dalam kisah sejarah yang ditulis ‘dari dalam”.[1] Jika begitu, menarik kemudian jika kita bertanya tentang bagaimana menuliskan kembali historiografi Indonesia? Apakah kita harus menggunakan sumber yang berasal dari warisan nusantara semata? Ataukah kita melakukan kritik terhadap karya-karya yang ditulis oleh Barat? Atau apakah kita memperbandingkan keduannya? Lalu metode seperti apa yang harus kita gunakan untuk mengurangi tingkat subjektivitas? Atau perlukah kita menghubungkan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya?

Referensi:
1.     Quilty, Mary Catherine. Textual Empires, Australia: Monash University, 1998
2.     Sartono Kartodirjdo. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1982




[1] Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia  (Jakarta, 1982). hlm.vi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam berkomentar sangat diutamakan!